Menyuarakan Kembali Semangat Kartini dalam Bedah Buku Trilogi Kartini

By Nurjolis 23 Apr 2025, 10:46:13 WIB Pendidikan Dasar dan Menengah
Menyuarakan Kembali Semangat Kartini dalam Bedah Buku Trilogi Kartini

Keterangan Gambar : Menyuarakan Kembali Semangat Kartini dalam Bedah Buku Trilogi Kartini


Jakarta, Kemendikdasmen — Dalam rangka memperingati Hari Kartini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menyelenggarakan acara Bedah Buku Jilid Ketiga Inspirasi Kartini dan Kesetaraan Gender di Indonesia karya Wardiman Djojonegoro di Aula Sasadu, Gedung M. Tabrani pada Senin (21/4). 

Acara ini menjadi puncak dari rangkaian diskusi literasi terhadap pemikiran Raden Ajeng Kartini (R.A. Kartini) yang telah dimulai sejak bedah buku jilid pertama dan jilid kedua karya Wardiman Djojonegoro. Bedah buku jilid pertama, Kumpulan Surat-surat Kartini 1899–1904, diselenggarakan pada 13 Desember 2024.

Lebih lanjut, seri kedua yang bertajuk Hidupnya, Renungannya, dan Cita-citanya Kartini digelar pada 19 Desember 2024 dengan menghadirkan tokoh-tokoh, seperti Kanti W. Janis dan Wardiman Djojonegoro.

Baca Lainnya :

Sekretaris Badan Bahasa, Ganjar Harimansyah, menekankan bahwa kegiatan ini merupakan wujud penghormatan terhadap warisan pemikiran R.A. Kartini dan kontribusinya dalam membangun literasi nasional. Ia juga menyoroti banyaknya generasi muda yang turut bersemangat dan berpartisipasi aktif dalam mewujudkan kesetaraan gender dan peran perempuan dalam pembangunan bangsa. Hal ini tentu mencerminkan bahwa pemikiran Kartini makin meresap dan mengakar terhadap kesadaran generasi muda pada masa kini. 

"Buku-buku Kartini dibedah bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dipelajari dan disuarakan kembali. Dari ketiga bedah buku ini, semangat Kartini menjadi energi kolektif untuk memperkuat literasi kita, pendidikan, dan pemartabatan bangsa kita. Kartini tidak hanya untuk perempuan, Ia adalah cahaya untuk seluruh warga Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu, sebagai seorang penulis buku dan memiliki identitas sebagai laki-laki, Wardiman Djojonegoro menegaskan pentingnya memperjuangkan kembali gagasan R.A. Kartini dan kesetaraan gender untuk perempuan di tengah ketimpangan gender yang masih nyata. Ia menjelaskan bagaimana R.A. Kartini, dengan keterbatasan pendidikan, tetapi mampu berpikir dan menulis secara luas serta mendalam tentang pendidikan, emansipasi, dan keadilan sosial.

Dalam buku jilid ketiga, Wardiman menguraikan delapan topik penting yang perlu dibenahi, yakni partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi dan keuangan, pelayanan kesehatan bagi perempuan khususnya ibu dan anak, pendidikan, budaya patriarki, penguatan perempuan dalam partisipasi politik, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, perlindungan kepada buruh migran, serta perjalanan perempuan pada masa kini. 

“Tujuan saya dalam menulis buku ini adalah agar ada aktivis-aktivis, baik perempuan maupun laki-laki agar peningkatan gender di Indonesia bisa maju dengan pesat,” tegas Wardiman Djojonegoro. 

Pandangan senada juga disampaikan oleh Meutia Hatta. Ia menggarisbawahi bahwa meski R.A. Kartini wafat pada usia muda, tetapi warisan pikirannya melampaui zamannya. Ia menekankan bahwa budaya patriarki menjadi hambatan besar bagi kemajuan perempuan dan melalui pemikiran R.A Kartini tetap menjadi fondasi untuk melawan diskriminasi. 

“Membangun perempuan Indonesia, saya melihat budaya patriarki ini yang bermasalah sampai sekarang. Ada aspek sosial-budaya yang memengaruhi ketimpangan dan kesetaraan gender yang satu lemah dan yang satu baik,” ujar Meutia Hatta.

Meutia menambahkan, “Melindungi segenap bangsa Indonesia bukan hanya mencerdaskan bangsa, tetapi mencerdaskan hidup bangsa. Pikirannya harus berkualitas, melihat ke masa depan, dan meningkatkan harkat martabat bangsa itulah yang disebut mencerdaskan kehidupan bangsa,” sambungnya.

Di sisi lain, sastawan Linda Christanty turut menyoroti realitas sosial di berbagai daerah, seperti perempuan yang masih banyak buta huruf di Lombok Timur hingga korban kekerasan seksual yang diselesaikan secara adat. Untuk mengatasi hal tersebut, perempuan pada masa kini memiliki kesadaran penuh sehingga mereka berinisiatif membentuk lembaga swadaya masyarakat yang direplikasi oleh organisasi perangkat daerah. Tentu, hal ini dapat mengangkat pemberdayaan perempuan berbasis komunitas dan pelibatan laki-laki dalam gerakan kesetaraan. Kartini masa kini bukan hanya mereka yang berpendidikan tinggi, tetapi juga mereka yang berani melawan kekerasan seksual, memperjuangkan hak, dan menjaga martabat dirinya.  

Sebagai penutup acara, salah satu generasi muda yang hadir menyampaikan kesan dan pesan saat mengikut acara ini. “Acara bedah buku ini sangat menginspirasi dan membuka wawasan saya tentang relevansi pemikiran Kartini dalam perjuangan kesetaraan gender saat ini. Penyampaian materi yang menarik membuat saya lebih peka terhadap isu sosial. Semoga kegiatan seperti ini dapat rutin dilaksanakan dan menjangkau lebih banyak kalangan,” ujar Siti dari SMK Nurul Iman. 

Selanjutnya, sebagai Duta Bahasa Nasional 2024, Dyra Daniera, menyampaikan pentingnya dalam upaya melestari bahasa dan sastra Indonesia. Menurutnya, kita sebagai generasi muda harus mengarus utamakan isu-isu bahasa dan sastra Indonesia melalui berbagi ilmu dan wawasan di media sosial, seperti bagaimana penggunaan kata baku, padanan kata, penggunaan istilah, dsb dalam bahasa Indonesia. 

“Ketika mengetahui hal simpel seperti itu yang mana mungkin terdengar simpel, tetapi sering kali terlupakan dalam kehidupan sehari-hari. Kita jadi lebih menghargai bahasa dan sastra Indonesia, sekaligus menghargai budaya dan tanah kelahiran kita sendiri,” tutup Dyra.

Penulis: Destian Rifki

Editor: Denty Anugrahmawaty




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment